Kultum 201: Abbad ibn Bishr Jatuh Cinta kepada Al-Qur’an

 


Disarikan oleh: Ahmad Idris Adh.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Pada waktu tahun keempat Hijrah, kota Madinah masih dalam ancaman dari dalam maupun luar. Dari dalam, suku Yahudi masih berpengaruh. Sementara dari luar, suku Bani Nadir melanggar kesepakatan dengan Nabi dan berrencana untuk membunuh Nabi. 


Dalam situasi seperti ini, pada bulan Safar mereka diusir dari kota. Setelah dalam dua bulan yang tidak nyaman itu, Nabi menerima kabar bahwa suku-suku dari Najd yang jauh sedang merencanakan serangan. Untuk mendahului mereka, Nabi mengumpulkan kekuatan lebih dari empat ratus orang. Nabi menugasi Utsman bin Affan bertanggung jawab atas kota. Di antara kekuatan ini adalah pemuda Madinah bernama Abbad ibn Bishr. 


Sesampainya di Najd, Nabi menemukan tempat tinggal suku-suku Najd yang mengancam itu, dan anehnya sepi dari manusia, hanya ada kaum wanita. Orang-orang dibawa ke bukit, dan beberapa dari mereka berkumpul kembali dan bersiap untuk bertarung. Saat waktu shalat Ashar tiba, Nabi takut bahwa suku yang bermusuhan akan menyerang mereka ketika shalat. 


Nabi mengatur umat Islam dalam barisan dan membagi mereka menjadi dua kelompok dan melakukan shalat al-Khauf (shalat dalam ketakutan). Dia atur satu kelompok melakukan satu rakaat sementara kelompok lain berjaga-jaga. Untuk rakaat kedua kelompok berganti tempat. Setiap kelompok menyelesaikan shalatnya dengan satu rakaat setelah Nabi selesai. 


Ketika melihat barisan disiplin Muslim, suku Najd yang mengancam itu menjadi gelisah dan takut. Nabi telah membuat kehadirannya terasa dan sesuatu dari misinya sekarang diketahui secara langsung di dataran tinggi tengah Arabia tempat Nabi berdamai.

Dalam perjalanan pulang, Nabi mendirikan kemah di sebuah lembah untuk bermalam. 


Segera setelah umat Islam turun dari unta mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Siapa yang akan menjadi penjaga kita malam ini?” Abbad ibn Bishr dan Ammar ibn Yasir menjawab, “Kami, ya Rasulullah”. Keduanya ini telah dipasangkan sebagai ‘saudara’ oleh Nabi ketika Nabi tiba di Madinah setelah Hijrah.


Abbad dan Ammar pergi ke mulut lembah untuk bertugas. Abbad melihat bahwa saudaranya itu lelah dan bertanya kepadanya, “Di bagian malam mana kamu ingin tidur, yang pertama atau yang kedua?” Amar menjawab, “Saya akan tidur pada bagian pertama”, dan segera tertidur lelap cukup dekat dengan Abbad. Malam itu cerah, tenang dan damai. Bintang-bintang, pohon-pohon, dan batu-batuan semuanya tampak merayakan kesunyian dalam puji-pujian kepada Tuhan mereka. 


Abbad merasa tenang, tidak ada gerakan, tidak ada tanda-tanda ancaman. Mengapa tidak menghabiskan waktu dalam ibadah dan membaca Al-Qur’an? Betapa menyenangkan jika menggabungkan shalat malam dengan bacaan Al-Qur’an yang khusuk yang sangat ia nikmati. 


Abbad bahkan sudah pernah terpesona oleh Qur’an sejak pertama kali dia mendengarnya dibacakan oleh suara lembut dan indah dari Musab ibn Umair. Itu sebelum Hijrah, ketika Abbad baru berusia sekitar lima belas tahun. Al-Qur’an telah menemukan tempat khusus di hatinya dan siang dan malam setelah itu ia terdengar mengulangi kalam-kalam mulia Allah sedemikian rupa sehingga ia dikenal di antara para sahabat Nabi sebagai “sahabat Al-Qur’an”. 


Suatu malam yang larut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdiri untuk melakukan Sholat Tahajud di rumah Aisyah yang bersebelahan dengan masjid. Rasulullah mendengar suara orang membacakan Al-Qur’an dengan bening dan manis serta segar seperti ketika malaikat Jibril mengungkapkan kepadanya. Rasulullah bertanya, “Aisyah, apakah itu suara Abbad ibn Bishr?” Aisyah menjawab, “Ya, ya Rasulullah”. 


Maka Nabi berdoa karena cinta padanya, “Ya Tuhan, ampunilah dia”.  Maka dalam keheningan malam itu, di mulut lembah di Najd, Abbad berdiri dan menghadap kiblat. Dia mengangkat tangannya dalam penyerahan diri kepada Allah, dia dalam keadaan Sholat. Dia menyelesaikan bab pembukaan wajib Al-Qur’an, ia mulai membaca Surah al-Kahfi dengan suaranya yang manis segar dan menawan itu. 


Surah al-Kahfi adalah Surah panjang, seratus sepuluh ayat, yang sebagian membahas tentang keutamaan iman, kebenaran dan kesabaran dan dengan relativitas waktu. Lama dia berdiri dalam shalat itu. Bagaimana tidak lama; al-Kahfi terdiri atas 110 ayat. (insyaAllah bersambung).


Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat bagi kita semua, dan kalau sekiranya bisa bermanfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

---ooOoo---

Posting Komentar

0 Komentar