بسم الله الرحمن الرحيم
Seorang wanita anggun berjalan memasuki istana Kesultanan Aceh. Ia bukan wanita biasa, ayahnya adalah Laksamana Mahmud Syah bin Laksamana Muhammad Said Syah. Kakeknya adalah putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Aceh dari tahun 1530 sampai 1539.
Namanya Keumalahayati, yang kelak dikenal dengan Malahayati. Wajahnya saat itu terlihat penuh duka namun tak seorang pun menyangkal bahwa matanya terlihat menyala. Setelah diterima Sultan, Malahayati memohon sebuah permintaan luar biasa:
“Izinkan saya membentuk sebuah armada laut yang para prajuritnya terdiri dari para janda prajurit yang gugur membela agama dan kesultanan kita.”
Sultan terhenyak, kagum dengan ide ini. Tapi setelah sekian waktu, Beliau maklum karena wanita anggun yang masih kerabatnya ini memang lahir dari keluarga para laksamana. Namun masih ada pertanyaan yang mengganjal:
“Kenapa dari para janda?”
Saat itu tampak kembali nyala api di mata Malahayati, “Sultan, suami saya gugur dalam pertempuran melawan Portugis di Teluk Haru. Meski saat itu armada Aceh berhasil menghancurkan kapal-kapal Portugis, tapi 1.000 prajurit gugur. Saya merasakan apa yang dirasakan para istri mereka. Kami semua punya keinginan untuk membalas kematian orang-orang yang kami kasihi dunia dan akhirat itu.”
Maka Sultan pun mengizinkan sehingga sejarah akhirnya mencatat kejadian luar biasa: dibentuknya armada Inong Balee. Armada ini terdiri dari 1.000 janda para mujahid yang gugur. Jumlah ini terus berkembang menjadi 2.000 orang.
Dilengkapi dengan 100 kapal laut, saat itu armada Inong Balee menjadi armada terkuat di Selat Malaka, bahkan di Asia Tenggara.
Ketika terjadi bentrok dengan dua kapal dagang Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman, armada Inong Balee turut menghadapinya. Bahkan Laksamana Malahayati yang bertarung satu lawan satu berhasil membunuh Cornelis de Houtman dengan rencong di tangan.
Selain seorang pemimpin pasukan, Laksamana Malahayati juga seorang diplomat ulung. Beliau lah yang akhirnya diutus Sultan Alauddin untuk menormalisasi hubungan dengan Belanda dan menerima utusan Ratu Inggris untuk menjalin hubungan diplomatik.
Dimakamkan pada tahun 1615 di usia 65 tahun, Laksamana Malahayati tercatat sebagai pendiri pasukan para janda terbesar di dunia sepanjang sejarah. Beliau adalah salah seorang yang menjadi bukti bahwa di balik wajah cantik para wanita Aceh terpendam nyala semangat jihad yang mulia.
Oleh: Kak Eka Wardhana.
( Rumah pensil publisher )
0 Komentar