Pedang baja juga teknologikan
Pedang Damaskus dikenal sebagai pedang tertajam dan terkuat yang bisa membelah baja hingga dua bagian tanpa membuatnya menjadi tumpul. Pedang ini menjadi termashur ketika digunakan oleh panglima muslim Salahuddin Al-Ayyubi pada pada 2 Oktober 1187 M untuk menaklukan Yerusalem. Mengenai kehebatan pedang damaskus milik Salahuddin masih menjadi misteri. Hingga membuat sejumlah ahli metalurgi penasaran, dari komposisi apa bahan baja pedang Damaskus dibuat sehingga memiliki kekuatan luar biasa.
Elemen kunci lainnya adalah, baja Damaskus ditempa pada suhu yang relatif rendah - sekitar 1.700 derajat Fahrenheit. Setelah dibentuk, bilah-bilah tersebut kembali dipanaskan dan didinginkan dengan cepat menggunakan cairan khusus.
Apa yang ditemukan oleh Dr. Wadsworth dan Dr. Sherby hampir sama dengan yang ditemukan oleh Marianne Riebold dan rekan-rekannya di Universitas Dresden. Namun Riebold mengetahui kalau komposisi karbon pada baja tinggi maka akan membuat baja itu jadi rapuh. Lalu kenapa baja Damaskus tidak? Untuk menjawab pertanyaan itu, Riebold sangat beruntung karena mereka mendapatkan sampel pedang Damaskus yang masih tersimpan di museum sejarah Berne Swiss. Pedang tersebut merupakan buatan tangan pandai besi terkenal abad ke-17, Assad Ullah. Mereka melarutkan sampel baja Damaskus ke dalam asam klorida dan mempelajarinya di bawah mikroskop elektron. Mereka menemukan bahwa baja tersebut mengandung karbon nanotube, masing-masing hanya sedikit lebih besar dari setengah nanometer.
Dalam analisis Riebold, nanotube melindungi kawat nano dari sementit (Fe3C), senyawa keras dan rapuh yang dibentuk oleh besi dan karbon baja. Kelenturan nanotube karbon membuat sifat rapuh dari sementit yang dibentuk oleh baja Damaskus bisa dikurangi. Belum jelas bagaimana pandai besi kuno menghasilkan nanotube ini, tetapi para peneliti percaya bahwa kunci proses ini terletak pada jejak kecil logam di lapisan baja wootz yang menjadi bahan dasar pedang Damaskus
0 Komentar